Minggu, 09 Januari 2011

PRINSIP AKUNTANSI SYARIAH

PRINSIP AKUNTANSI SYARIAH

Prinsip akuntansi syari’ah adalah aturan keputusan umum yang diturunkan dari tujuan laporan keuangan dan konsep dasar akuntansi syariah yang mengatur pengembangan teknik akuntansi syariah. di bawah ini adalah prinsip-prinsip akuntansi syariah berikut penjelasannya.
1.Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure principle)
Prinsip ini mengharuskan laporan keuangan akuntansi untuk mengungkapkan hal-hal yang penting agar laporan tersebut
tidak menyesatkan. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan pemenuhan hak dan kewajiban kepada Alloh, masyarakat dan individu yang berkepentingan dengan perusahaan. Dengan demikian akuntansi syariah dilandasi oleh nilai kejujuran dan kebenaran sebagaimana telah diperintahkan Alloh SWT . “..hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskan dengan benar dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Alloh telah mengajarkannya maka hendaklah ia menulis.
2.Prinsip konsistensi (consistency principle)
Prosedur akuntansi yang digunakan oleh suatu entitas harus sesuai untuk pengukuran posisi dan kegiatannya dan harus dianut secara konsisten dari waktu ke waktu, sesuai dengan prinsip yang dijabarkan oleh syari’ah. Penekanan pada konsisten terhadap prinsip yang sesuai dengan syari’ah berarti tak ada konsisten terhadap prinsip yang tidak sesuai dengan syari’ah.
3.Prinsip dasar akrual (accrual basis principle)
Akrual (accrual) diartikan sebagai proses proses pengakuan non kas dan keadaannya pada saat terjadinya. Akrual mengakibatkan pengakuan pendapatan berarti peningkatan kewajiban sebesar jumlah tertentu yang diterima atau dibayar (biasanya berbentuk cash) di masa depan. Penentuan hasil usaha periodic dan posisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh metode pengakuan dan pengukuran atas sumber-sumber ekonomi dan kewajiban perusahaan, serta seluruh perubahannya pada saat transaksi itu terjadi (accrual basis), bukan pada saat realisasi penerimaan atau pengeluaran uang (cash basis). Dasar akrual ini berhubungan erat dengan postulat periode akuntansi. Dengan kata lain, pengaplikasian dasar akrual merupakan konsekuensi dari ponsulat periode akuntansi.
4. Prinsip nilai tukar yang sedang berlaku (exchange value general level price)
Penilaian dan pengukuran harta, utang, modal laba, serta elemen-elemen lain laporan keuangan akuntansi syari;ah, menggunakan nilai tukar yang sedang berlaku. Imam Malik, mengenai hal ini, berpendapat bahwa dalam syarikah mudarabah, jika pemilik harta ingin melakukan perhitungan harta sebelum semua barang terjual, yang dinilai adalah barang-barang yang masih trsisa berdasarkan harga jual waktu itu dan penghitungan dilakukan dengan cara seperti ini. Namun pada barang yang masih mempunyai pasar, barang-barang ini dinilai berdasarkan nilai jual yang mungkin.
5. Prinsip penandingan (matching)
Prinsip penandingan menyatakan bahwa beban (expense) harus diakui pada periode yang sama dengan pendapatan (revenue). Hubungan baik dapat dicapai ketika hubungan tersebut menggambarkan hubungan sebab-akibat antara pendapatan dan biaya.
Beberapa prinsip akuntansi konvensional tidak sesuai dengan akuntansi syari’ah, diantaranya: prinsip konservatisme, prinsip biaya historis, prinsip objektivitas, dan prinsip materialitas. Berikut ini penjelaasan penolakan syari’ah terhadap masing-masing prinsip:
1. Prinsip konservatisme (conservatism principle).
Prinsip ini merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi, artinya bahwa prinsiptersbut bertindak sebagai batasan untuk
penyajin data akuntansi yang relevan dan dapat dipercaya. Prinsip ini menyatakan bahwa ketika memilih diantara dua atau lebih teknik akuntansi yang dapat diterima, maka preferensinya adalah memeilih yang paling kecil dampaknya
terhdap ekuisitas pemegang saham. Prinsip ini dalam akuntansi konvensional berkaitan ketidakpastian, umumnya digunakan untuk mengartikan bahwa akuntan harus melaporkan yang terendah dari beberapa nilai yang mungkin untuk aktiva dan pendapatan; dan yang tertinggi dari beberapa nilai ysng mungkin untuk kewajiban dan beban. Ini berarti bahwa beban harus diakui segera dan pendapatan harus diakui nanti, bukan segera. Oleh karena itu, aktiva bersih lebih cenderung diakui di bawah harga pertukaran kini daripada di atasnya; dan perhitungan laba mungkin menghasilkan yang terendah dari beberapa jumlah alternative.
2. Prinsip biaya historis (historical cost principle)
menyatakan bahwa asset, kewajiban, beban, keuntungan, kerugian, dinilai sebesar nilai perolehan. Metode pengukuran beban dan kerugian konvensional adalah dalam pengertian biaya historis bagi perusahaan. Prinsip ini tidak mungkin dipakai untuk menentukan besarnya zakat karena penentuan zakat menggunakan nilai sekarang,
3. Prinsip obyektivitas (objectivity principle).
Kegunaan informasi keuangan tergantung pada tingkat reabilitas prosedur pengukuran yang digunakan. Karena menjamin reabilitas maksimum sangat sulit, akuntansi konvensional telah menggunakan prinsip obyektivitas untuk menjustifikasi pemilihan prosedur pengukuran yang digunakan. Prinsip obyektivitas, bagaimanapun, telah menjadi obyek interpretasi yang berbeda.
a. Pengukuran obyektivitas
merupakan pengukuran yang tidak bersifat personal dalam pengertian bebas dari bias personal pengukurnay. Dengan
kata lain, obyektivitas merujuk pada realitas yang independen dari orang yang menerimanya.
b. Pengukuran obyektivitas merupakan pengukuran variable dalam pengertian bahwa pengukuran didasarkan pada bukti.
c. Pengukuran obyektivitas merupakan hasil “consensus diantara kelompok pengamat atau pengukur tertentu. Pandangan ini juga memandang bahwa obyektivitas tergantung pada kelompok tertentu.
Dalam akuntansi konvensional, prinsip obyektifitas dilaksanakan untuk memenuhi karakteristik reliable dan netralitas, dimana karakteristik ini diadakan untuk tujuan sekunder (current objective) informasi akuntansi, yakni membantu dalam pembuatan keputusan ekonomi. Namun demikian, prinsip obyektivitas yang mempunyai interpretasi diatas, tidak sejalan dengan tujuan utama (the prime objective) laporan keuangan akuntansi syari’ah yaitu zakat. Zakat merupakan aturan yang pasti ketentuannya, besarnya telah ditetapkan dalam syari’ah.
4.Prinsip materialitas (materiality principle). Materialitas merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi. Prinsip ini menyatakan bahwa transaksi dan peristiwa yang tidak memiliki dampak ekonomi yang signifikan dapat diatasi dengan cara yang paling tepat, apakah transaksi dan peristiwa tersebut sesuai dengan prinsip yang diterima umum atau tidak, dan tidak perlu diungkapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Monggo komentar...